Panggil dia Kak Butet. Sebutan bagi seorang perempuan keturunan suku Batak di Indonesia. Dia menjadi seorang perempuan tangguh demi membantu sang suami dalam mencari nafkah. Suaminya mengalami kecelakaan akibat diserempet motor, sang suami kemudian diduga menjadi korban ‘salah suntik’ di sebuah Rumah Sakit. Akhirnya hingga kini menjadi difabel. Dia bukan perempuan cengeng, yang menyerah ketika badai menghadang kehidupannya silih berganti. ‘Lopo’-sejenis kedai atau warung yang menyediakan minuman dan makanan juga permainan seperti catur, yang menjadi sumber penghidupannya adalah wujud dari perjuangan hidup yang tiada henti.
Setiap hari, saya bertemu dengan kak Butet. Saya mampir ke lopo. Lopo itu sudah berdiri sejak tahun 1986. Sudah sangat lama namun berkatnya, lopo peninggalan mertuanya itu masih berdiri dan terawat. Terkadang saya hanya duduk sambil menikmati sore bersamanya. Berbincang tentang kehidupan. Warungnya dipenuhi oleh jajanan khas daerah yang sangat merindukan. Selama ini lopo identik dengan tempat bermain judi, minum tuak-minuman beralkohol yang berasal dari pohon Aren dan masih banyak anggapan negatif lainnya. Namun semenjak saya pindah ke Sumatera Utara bagian selatan ini, saya menyadari lopo tak melulu buruk.
Lopo kak Butet salah satu dari ratusan mungkin ribuan lopo yang tersebar di kota Padang Sidimpuan, yang aman dan jauh dari citra negatif. Jaraknya hanya sekitar 100 meter dari rumah dimana saya tinggal. Cukup dekat, hingga saya dan anak saya seringkali main dan menyaksikan kesehariannya. Saya dan keluarga selalu memesan roti yang dijual di lopo miliknya. Setiap hari saya dan keluarga bisa sarapan dan mengkonsumsi cemilan sehat berkat loponya. Saya sering kali lapar di tengah malam, dan jika sudah ada stok roti darinya, saya jadi tenang, tidak takut akan kelaparan lagi. Rotinya murah dan mengenyangkan. Hanya Rp 1.000,-. Jika akan berangkat bekerja, saya pun selalu membawa bekal roti tersebut. Biasanya saya akan sangat kelaparan setelah selesai mengajar. Maklum, saya juga sedang menyusui anak kedua yang berusia 4 bulan. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan pada sang ibu. Saya tak perlu pergi jauh ke toko roti, swalayan atau pasar hanya untuk menikmati roti atau cemilan lainnya yang tidak kalah enaknya.
Pernah suatu ketika, anak saya menolak makan nasi. Mungkin di usia 3 tahun 6 bulan hal itu sangat wajar. Anak mulai pilih-pilih makanan. Saya pun mulai putar otak. Sampai kemudian menemukan solusi. Setelah mampir ke lopo kak Butet, bermain sebentar bersama anak-anaknya, saya lihat ada keripik sambal disana, saya selalu nafsu makan kalau ada keripik sambal ini. Spontan saya menawarinya, “makan pake keripik, mau?”. Berhasil. Dia akhirnya mau makan nasi dicampur keripik, sedikit agar ada suasana yang berbeda saat makan. Memang sedikit pedas tapi mampu menggugah selera makannya. Kami sering menghabiskan sore dengan makan ‘lapan-lapan’-sejenis keripik berwarna kuning berbentuk angka delapan, yang dijual di loponya. Kini saya tak perlu memaksanya makan, karena setiap kali ada roti di rumah, ada keripik dan lapan-lapan, anak saya akan langsung memakannya dan meminta diambilkan nasi. “mama, akam”, begitu katanya. Bahagianya saya melihat nafsu makannya yang membaik.
Lopo kak Butet tidak hanya menolong saya dan anak saya yang masih balita. Nenek yang kini berusia seabad juga tertolong berkat roti yang dijualnya. Nenek sudah tidak punya gigi satupun, jadi roti yang lembut dan mudah dimakan sangat penting untuk nenek. Pagi dan sore hari biasanya nenek melakukan ritual minum teh sambil berzikir duduk manis di teras depan atau di ruang keluarga. Saat itulah, roti dari lopo kak Butet begitu berarti untuk nenek.
Sayangnya, kak Butet masih terhambat dalam modal usaha. Kerapkali biaya hidup yang terus meningkat membuatnya sulit mengembangkan lopo miliknya tersebut. Pengetahuan yang masih minim juga ikut mempengaruhi stagnannya lopo tersebut. Semoga saja kelak lopo kak Butet bisa semakin maju. Ini doa saya dan keluarga. Terimakasih kak Butet, berkat lopo itu saya bisa terus beraktifitas, berkat lopo itu juga saya menemukan solusi makan anak dan berkat lopo itu kini nenek yang berusia 100 tahun lebih bisa terus menikmati hari-harinya. Terimakasih.
Berita baiknya adalah, kini saya dan anda bisa membantu lopo kak Butet dengan cara ikut ‘menabung untuk memberdayakan‘ yang digagas oleh BTPN Sinaya. Dengan menabung di BTPN Sinaya, saya dan anda turut memberdayakan jutaan mass market di Indonesia yang terdiri dari para pensiunan, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta masyarakat prasejahtera produktif melalui program ‘Daya’.Untuk memulainya, anda bisa melakukan simulasi terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran bagaimana saya dan anda bisa ikut menumbuhkan diri, sesama dan semakin berarti dalam kehidupan. Simulasi BTPN ini sangat sederhana dan cukup mudah dilakukan, saya sendiri melakukan simulasinya melalui smartphone. Berikut ini hasil simulasi saya :
lopo itu semacam warung kecil ya dame, menyediakan makanan ringan sambil ngeteh atau ngopi, semoga semakin lancar usahanya Kak Butet, yang penting jangan menyerah, terus berusaha
Iya Ev, itu sebutan untuk tempat nongkrong mau ngopi, ngeteh, makan, ngemil, main catur dll. Sangat khas di Sumatera Utara Ev.
apalagi era MEA sekarang ini. Tentu pengusaha kecil sangat butuh bantuan ya mbak… di daerah saya juga banyak yang nasibnya seperti Kak Butet. *eh saya panggil kak atau ibu nih* 😀 hhe.
Kak aja, iya karenanya usaha mereka kayak diperjuangkan.
Keren video nya mba
Itu slideshow koq di WordPress apapun bisa mbak. Yuk dicoba bikinnya.
Banyakk yang bisa dilakukan bila lebih banyak orang yang peduli dengan ikut nabung di BTPN ya.
Iya, semoga bisa terus bermanfaat buat sesama ya
Di Depok juga ada Mbak warung2 kayak gituan, jadi kayak tempat mangkal tukang ojek sambil ngopi. Murah dan mengenyangkan
iya kira-kira mirip begitu, sederhana tapi saya dan keluarga suka makanan yang dijual, murah dan enak 🙂
Semoga lopo kak Butet semakin berkembang yaaa…tambah banyak pelanggan
aamiin, makasih mbak 🙂