Judul : Letters to Aubrey
Penulis : Grace Melia
Editor : Triani Retno A
Proof Reader : Herlina P. Dewi
Desain Cover : Teguh Santosa
Layout Isi : Deeje
Penerbit : Stiletto Book
Cetakan : I, Mei 2014
ISBN : 978-602-7572-27-0
Jenis Cerita : Nonfiksi -Kisah Inspiratif – Ibu dan Anak
Didistribusikan oleh : CV. Diandra Primamitra Media
***
Pernahkah terpikir oleh anda bahwa suatu saat nanti akan memiliki anak yang berkebutuhan khusus? tentu siapapun tidak akan bisa membayangkannya. Jalan hidup kita memang tak pernah terduga, tak satu pun manusia mampu memprediksi bahkan 1 detik dari kehidupan kita kedepannya. Itulah sebabnya kita hanya bisa mengikuti skenario dari Tuhan tanpa pernah bisa mengubahnya meskipun hanya sedetik dari hidup kita. Demikian juga dengan memiliki anak? Perempuan mana di dunia yang tidak ingin diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk dititipkan seorang anak di dalam rahimnya? Tidak ada. Tapi berapa banyak perempuan yang siap menerima keadaan jika anak yang dilahirkannya ternyata berbeda? Menyerah? Pasrah? Kecewa?
Buku Letters to Aubrey ini sangat istimewa. Jujur, itulah kata pertama yang pantas saya haturkan untuk isi buku tersebut. Bahasanya ringan, sederhana namun ‘dalem‘. Semuanya dikemas dengan cover buku yang sangat manis, tanpa ada kesan basa-basi, tanpa kebohongan, tanpa dibuat-buat sehingga wajar jika ketika membacanya suasanaΒ hati saya ikut mengharu biru, berkecamuk di dalam dada. Emosi kita sungguh terpancing dengan surat-surat yang mengundang air mata dan rasa bangga. Bangga karena masih ada seorang ibu yang berbeda. Berbeda karena mampu melawan idealisme yang ada untuk menjadikan sang putri istimewa layaknya seorang ‘princess‘ di dalam kehidupannya. Berbeda karena mampu meninggalkan egonya untuk menjadikan sang putri sebagai dunia yang dikejar dan dicintainya. Apalagi ditambah dengan endorsement dari Andi F. Noya semakin memperkuat jati diri buku tersebut.
Meski tak selalu berbuah senyuman manis, kerap kali air mata dan pertengkaran hadir dalam keluarga kecilnya namun hati yang ‘kaya cinta’ menjadikannya mampu bertahan dan berjuang untuk kebahagian sang buah hati ‘Aubrey Naiym Kayacinta’. Sebuah nama indah yang diberikannya sebagai doa termanis untuk seorang putri yang istimewa. Buku ini sarat makna, bahwa tidak ada kehidupan di dunia ini dapat berhasil tanpa perjuangan. Hadirnya sang putri nan jelita justru menjadikannya wanita hebat dan tak ingin menyerah dengan keadaan.
Bersyukur, buku ini mengajarkan kita untuk banyak bersyukur. Meski putri terlahir dengan dampak conginetal rubella syndrome akibat virus rubella yang menginfeksi dirinya saat hamil, namun hidup tetaplah hidup yang harus dijalani bukan ditangisi. Melihat kenyataan bahwa masih banyak anak-anak lain yang merasakan dampak yang lebih parah dibandingkan Ubii-panggilan sehari-hari untuk Aubrey, sang ibu mengerti apa yang dilaluinya belumlah seberapa dibanding ibu-ibu lainnya di luar sana. Oleh karena itu sang ibu berjuang tanpa lelah termasuk dalam mencari uang guna membiayai setiap pengobatan sang putri kecil. Tidak ada kata ‘malu’ untuk dia melakukan semua usaha, apapun itu untuk masa depan dan kebahagiaan Ubii seorang. Banyak sekali pesan manis yang terselip dalam setiap surat yang ditulis di dalam buku tersebut. Pesan moril untuk Ubii juga untuk kita semuanya.
Demikianlah, seorang ibu yang hanya manusia biasa, akhirnya mampu menerima kenyataan pahit tersebut hingga menjadikan sang putri sebagai pengobat pilu. Tak mengapa meski badan ini lelah, rambut memutih, tenaga melemah, tetapi kekuatan itu tidak akan pernah pupus. Dialah ‘kaya cinta’. Kekuatan terbesar seorang ibu yang tak bisa dikalahkan dengan sebuah kelemahan dan kekurangan. Kaya cintanya sang ibu bahkan memberikannya keberanian untuk ikut membantu ibu-ibu lainnya di luar, melalui Rumah Ramah Rubella, dia terus berjuang untuk kesehatan anak, untuk menjadi bagian dari perjuangan kaum perempuan dan ibu melawan virus rubella tersebut.
Saya merekomendasikan buku Letters to Aubrey untuk dibaca oleh kaum perempuan, para ibu juga orangtua. Karena buku tersebut mengandung banyak kisah inspiratif yang bisa memberi kita gambaran tentang pentingnya ‘kaya cinta’ dalam perjuangan hidup. Buku tersebut juga memotivasi kita semua untuk lebih peka terhadap keberadaan si virus rubella di sekitar kita. Terakhir, buku yang mengubah kelemahan atau kekurangan menjadi sumber kekuatan yang kaya cinta ini sangat layak didukung. Karena di Indonesia sendiri buku kisah nyata yang penuh hikmah dan pelajaran tentang kesehatan khususnya terkait virus rubella ini masih terbatas. Pemerintah dan semua pihak yang terkait seharusnya bisa menjadikan semangat sang ibu dalam buku Letters to Aubrey ini menjadi pendorong dalam meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan di Indonesia terutama terkait virus rubella yang telah menginfeksi kaum perempuan, ibu hamil dan anak-anak calon generasi penerus bangsa ini.
Buku Letters to Aubrey ini saya berikan rating bintang 5 dari 5, kenapa? untuk perjuangan seorang ibu muda yang hidup di jaman sekarang ini, kisah inspiratif yang jujur, informatif dan edukatif ini layak diapresiasi dengan penghargaan terbaik.
Β Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Review #LetterstoAubrey
Saya nahas nangis waktu Mak Ges membacakan sebuah surat, bagian dari Letters to Aubrey waktu launching di BPAD Yogya. Dan untuk kedua kalinya kudu nahan nangis lagi pas Mak Ges bacakan di book talkshow di acara pameran buku Yogya. Eh, ternyata yang mendadak anteng bukan cuma saya, yang ada di satu ruangan yang sama seperti saya pun pada “beku” denger Mak Ges baca surat. Laki-laki atau perempuan sama saja.
Kalau saya, tentu pakai perasaannya perempuan dan memosisikan diri sebagai perempuan yang udah punya anak. Gimana rasanya punya anak kebutuhan khusus. Bukan saya yang nggak mau terima kondisi si anak, tapi saya bayanginnya besok kalau gede gimana? Apa dia bisa mandiri tanpa orang tuanya? Usia manusia kan ada batasnya. Kalau saya salah rawat gimana? Kalau ada terapi yang kurang gimana? Kalau bekalnya kurang gimana? Dan yang bikin sedih, kalau ada orang yang bully…
Mak Ges ni keren banget nulis suratnya. Dalemmm, apalagi kalau baca di blognya Ubii langsung. Beuh, pernah malam-malam belum bisa merem visit blognya Ubii. Yang ada malah air bening mengalir dari pelupuk mata.
Perempuan itu luar biasa. Hebat! Perjuangannya buat anak patut diacungi jempol. Empat jempol maju semua.
yes, karena itulah kita perlu memberikan apresiasi padanya dan buku Letters to Aubrey ini, ya kan mak? ayuk atuh digarap jgn lupa ikutan juga mak π *silakan hot chocolate dan cemilannya dibungkus π
Fenny juga pengen mewek pas acara itu, daleeeem …
iya mak dalemmm bangeeet, berasa aplgi klo kita dah jd ibu π
Terima kasih atas partisipasi Mak Dame dalam Lomba Review #LetterstoAubrey :))
sama-sama mak Ges, dengan senang hati π
Wah! Keren review-nya, bikin yang baca jadi pengen baca juga dan memiliki buku Letters to Aubrey. Bunda masih harus berlatih sesering mungkin nih untuk bisa me-review sebuah buku. Pengalaman cuman baru 1 x doank me-review novelnya Eka Situmorang yang berjudul LABIRIN RASA. Baru nyoba bikin review malah berani-beraninya ikutan Lomba, hehe..jelaslah tersungkur dan keluar dari Arena Lomba, huahuahua….tapi masih penasaran bikin review lagi.
Makasih kunjungannya bunda, saya ini loh yg masih pemula nge-review juga, nekad2an aja bun..hihi selain suka buku yg jujur seperti ini saya memang sedang belajar review bun, kali aja ke depannya makin banyak lomba review/resensi. Btw, baru atau gaknya ga jadi patokan review kita ga bagus loh bun..selera pembaca dan juri kan beda-beda bunda sayang..yuk ah semnagt nulis lagi π
penyajiannya quote-nya kereeen…
makasih mak, pembelajaran juga buat saya π